Dari Bekasi, Bela Negara Disikapi Lebih dari Sekadar Upacara

Kota BekasiPeringatan Hari Bela Negara ke-77 yang digelar Jumat pagi di Plaza Kantor Pemerintah Kota Bekasi menjadi lebih dari sekadar ritual tahunan. Dipimpin langsung oleh Wali Kota Tri Adhianto, upacara dihadiri oleh Wakil Wali Kota, unsur Forkopimda, serta ratusan Aparatur Sipil Negara (ASN). Namun nuansanya terasa berbeda karena konteks sosial-politik yang melingkupi peristiwa tersebut. 

Momentum ini berlangsung di tengah sorotan publik terhadap praktik kekuasaan dan integritas birokrasi, yang semakin intens akibat operasi tangkap tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di lingkungan pemerintahan Kabupaten Bekasi. Sorotan ini tak pelak membuat makna bela negara terbentang lebih luas dari sekadar simbolisme upacara. 

Lebih dari sekadar mengenang sejarah, bela negara kali ini dirangkai sebagai refleksi atas tanggung jawab moral aparatur negara dalam mempertahankan kepercayaan publik. Tanggal 19 Desember dipilih untuk memperingati berdirinya Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) pada 1948 — saat negara menghadapi ancaman eksistensial dan kekuasaan dijalankan dalam keterbatasan. 

Wali Kota Tri Adhianto menekankan bahwa bela negara bukan monopoli militer atau kepolisian. Baginya, seluruh warga negara memiliki peran penting — terutama dalam bentuk disiplin, kesiapsiagaan, serta integritas dalam menjalankan amanah jabatan publik. Semangat ini sejalan dengan tema nasional peringatan tahun ini, Teguhkan Bela Negara untuk Indonesia Maju.” 

Menurut Tri, ancaman terhadap bangsa kini bukan hanya militer atau eksternal semata. Bahaya baru mengintai dari dalam, seperti disinformasi, ujaran kebencian, serta praktik penyalahgunaan kekuasaan yang dapat menggerogoti sendi pemerintahan dan merusak kepercayaan publik. 

Tak hanya itu, sambil menyerukan kewaspadaan terhadap hoaks, Tri juga mengajak peserta upacara untuk menjadikan peringatan hari ini sebagai panggilan untuk solidaritas nasional — terutama terhadap saudara-saudara yang terdampak bencana alam di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat. Solidaritas, menurutnya, merupakan bagian tak terpisahkan dari semangat bela negara. 

Meski upacara berjalan dengan penuh khidmat, pertanyaan besar tentang sejauh mana nilai bela negara diinternalisasi dalam praktik pemerintah sehari-hari tetap menggantung. Peringatan ini menjadi semacam cermin: bahwa komitmen mempertahankan kedaulatan tak hanya soal sejarah, tetapi bagaimana integritas dan etika kekuasaan dijaga demi kepentingan publik. 

Posting Komentar untuk "Dari Bekasi, Bela Negara Disikapi Lebih dari Sekadar Upacara"