Menakar Rp 30 Miliar untuk Kalimalang: Antara Ambisi Wisata dan Prioritas Kebutuhan Warga

Kota Bekasi — Menjelang awal tahun anggaran 2026, Pemerintah Kota Bekasi kembali mengalokasikan dana sebesar Rp 30 miliar dari APBD untuk melanjutkan pengembangan kawasan Wisata Air dan Kuliner Kalimalang, proyek yang diproyeksikan menjadi wajah baru ruang publik di jantung kota. 

Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, mengatakan fokus dana tersebut akan diarahkan pada penyelesaian jalur pedestrian sepanjang kawasan hingga ke area Kota Bintang, Bekasi Barat — yang selama ini menjadi titik utama aktivitas pejalan kaki dan ruang terbuka publik. 

“Proyek ini terus berprogres. Tahun depan Rp 30 miliar kami gunakan untuk menyelesaikan pedestrian hingga ke Kota Bintang,” ujar Tri saat ditemui di Alun-alun M. Hasibuan, Rabu (31/12/2025). 

Namun, di tengah optimisme pemerintah, ambisi kawasan wisata berbasis sungai ini tak lepas dari pertanyaan besar soal kesiapan dan urgensi proyek. Warga dan sejumlah analis kebijakan publik mempertanyakan relevansi alokasi anggaran besar di saat beragam persoalan dasar kota — seperti banjir, kualitas air, pengelolaan sampah dan sistem drainase — masih membutuhkan perhatian prioritas. 

Sepintas, Kalimalang dibayangkan sebagai ikon baru Bekasi: ruang bersantai di tepi sungai jernih lengkap dengan sentra kuliner, ruang komunitas, hingga fasilitas olahraga. Namun realitas di lapangan menunjukkan sebagian area masih berwajah belum matang, dengan sejumlah fasilitas yang terasa belum sepenuhnya hidup dan beroperasi. 

Permasalahan klasik kawasan seperti banjir musiman dan sedimentasi juga masih membayangi efektivitas proyek jangka panjang. Selain itu, sejumlah elemen perencanaan — seperti akses parkir, manajemen operasional harian, serta kesinambungan fungsi ekonomi masyarakat sekitar — belum sepenuhnya dipaparkan secara transparan kepada publik. 

Keterlibatan pemerintah provinsi juga menjadi perhatian. Pemerintah Kota Bekasi menyebut Provinsi Jawa Barat akan membongkar dan merancang ulang sejumlah jembatan di sepanjang Kalimalang, yang berpotensi memicu tantangan koordinasi lintas kewenangan dan jeda progres pembangunan. 

Anggaran Rp 30 miliar yang dipilih pemerintah resmi memang bukan angka kecil. Namun di tengah tuntutan kebutuhan publik lain — mulai dari perbaikan infrastruktur dasar, layanan lingkungan, hingga kesejahteraan sosial — publik luas mempertanyakan: apakah proyek wisata ini benar-benar layak menjadi prioritas, atau sekadar dipilih karena nilai estetika dan simbolik kota

Ke depan, keberhasilan Kalimalang terletak bukan hanya pada besaran anggaran, tetapi kekuatan perencanaan, transparansi, dan komitmen pelaksanaan yang mampu menjawab kebutuhan riil warga Bekasi. 

Posting Komentar untuk "Menakar Rp 30 Miliar untuk Kalimalang: Antara Ambisi Wisata dan Prioritas Kebutuhan Warga"